
Bulan Oktober ini bukan hanya dikenal sebagai bulan Rosario, tetapi juga sebagai bulan Misi Sedunia. Gereja mengingatkan kita semua bahwa setiap orang beriman dipanggil untuk menjadi “misionaris” pembawa kabar gembira dan saksi kasih Allah di tengah dunia. Menariknya, sekarang panggilan misi itu tidak hanya dilakukan di tempat-tempat jauh, tetapi juga di dunia digital terutama lewat media sosial, tempat kita berinteraksi setiap hari.
Kalau dulu para misionaris menempuh perjalanan panjang ke daerah yang belum mengenal Kristus, sekarang medan misi itu bisa kita temukan di layar ponsel kita. Dunia media sosial menjadi tanah misi baru, di mana banyak orang mencari perhatian, penghiburan, dan arah hidup. Di sanalah kita bisa hadir sebagai saksi kasih Allah, bukan dengan berkhotbah panjang, tetapi dengan menghadirkan kata-kata yang membangun, postingan yang memberi harapan, dan sikap yang memancarkan kasih.
Namun, kita tahu bahwa dunia medsos tidak selalu ramah. Ada banyak ujaran kebencian, gosip, dan saling menjatuhkan. Di sinilah peran kita sebagai umat Allah dibutuhkan. Kita dipanggil menjadi garam dan terang di tengah dunia digital itu. Misalnya, ketika melihat komentar yang menyinggung, kita bisa memilih untuk tidak membalas dengan kemarahan. Ketika muncul berita yang belum jelas kebenarannya, kita bisa menahan diri untuk tidak langsung menyebarkannya. Hal-hal kecil seperti itu sebenarnya adalah bentuk misi yang nyata.
Menjadi misionaris di zaman sekarang berarti menghadirkan wajah Kristus di dunia yang serba cepat dan serba daring ini. Tidak semua orang bisa berkhotbah di mimbar, tetapi setiap kita bisa mewartakan Injil lewat cara hidup, senyum, dan sikap baik di dunia nyata maupun di media sosial.
Di bulan Misi dan Rosario ini, mari kita mohon bantuan Bunda Maria, Ratu Para Rasul, agar menuntun kita menjadi pewarta kasih Allah yang rendah hati dan bijak. Semoga dari jari-jari yang mengetik lahir kata-kata yang membawa berkat, dan dari akun-akun media sosial kita terpancar wajah Kristus yang penuh kasih.